15 Maret 2013

Pemrograman Siaran Televisi


Pemrograman Siaran Televisi
(Tulisan tahun 2006, teknologi pemrograman setelah tahun itu penulis belum sempat mengikuti)

Output stasiun penyiaran televisi, yaitu mata acara. Mata acara inilah yang “dijual” kepada pelanggan, yaitu pemirsa televisi, dan banyaknya pemirsa yang nonton yang “dijual” kepada pemasang iklan. Oleh karena itu untuk selanjutnya yang berkaitan dengan output penyiaran televisi akan digunakan istilah programing.
Michael Saenz, dalam artikel Programming, www.museum.tv, menyatakan

The variety of television formats--and the continuing fluidity of television genres within this social process--stem from programming's status as a malleable form which can be developed for profit in often divergent ways. They stem, in short, from programming's status as a commodity. Commercial television generally profits from advertising revenues, which increase with audience size. Both local stations and networks thus devote considerable effort to structuring their programming to hold the largest desirable audi-ences possible. Programming strategies are not, of course, work concertedly not just to select attractive programming, but to sequence shows in a way which will hold audiences once they've tuned in. A number of tactics have been developed to build a profitable schedule.

Mata acara televisi komersial merupakan komoditas yang menghasilkan revenue dari iklan yang diperoleh dari pemasang iklan. Oleh karena itu para TV programmer selalu berusaha agar memperoleh jumlah penonton sebanyak mungkin. Strategi programming berkonsentrasi tidak hanya pada usaha menampilkan acara yang menarik, tetapi juga berusaha agar pemirsa tetap bertahan pada chanel tersebut dengan cara membuat rangkaian acara yang bisa menghasilkan keuntungan.
Produk langsung stasiun penyiaran televisi swasta (komersial) berarti acara yang menarik dan susunan acara yang menarik pula. Jenis mata acara televisi antara lain: drama (di Indonesia disebut sinetron), berita, olah raga, musik, features, variaty show, reality show, talk show, kuis, documentary, kartun, informercial, infotainment, dll. Sedangkan susunan acara masing-masing jenis program dan karakteristik program tersebut disesuaikan dengan waktu penonton. Jumlah penonton masing-masing program itulah nanti yang akan menjadi produk yang ditawarkan ke pemasang iklan sesuai dengan target pasar masing-masing pemasang iklan  Hal ini  seperti yang diungkapkan  dalam artikel Television Programming www.cybercollege.com:
Advertisers typically do not buy advertising time in programs based on their personal likes and dislikes about a show. Often, they won't even know in what shows their commercials will appear. They base their decisions on audience numbers and demographics. They want to know how many of the "right kind of people" (age, sex, socioeconomic status, urban-rural, etc.) will be watching their commercials.

Jadi produk yang sebenarnya yang ditawarkan kepada pelanggan untuk mendapatkan keuntungan adalah jumlah pemirsa pada masing-masing mata acara. Dengan bahasa lain produk stasiun televisi komersial adalah TV rating (prosentase pemirsa, yang menonton suatu mata acara televisi, terhadap keseluruhan populasi), dan TV Share (prosentase pemirsa, yang nonton suatu mata acara televisi, terhadap populasi yang sedang menonton televisi saat itu).
Dikutip dari www.cybercollege.com dalam artike TV Networks and Ratings:
RATING - A rating is the percent of households tuned to a particular program from the total available TV households in a designated area. In this example there are 500 households tuned to program "A" out of a possible 2,800 (all of the TV households represented in the pie). By dividing the larger number (2,800) into the smaller (500) we get a percent; in this case 17.86. So the rating of program "A" is 18. (Since ratings are in terms of percentages, you don't need to say "percent," just 18.)

SHARE - A share is the percentage of TV households with sets turned on that are watching your program. In the case of program "A" you divide 1,600 into 500 and get 31 as the audience share for program "A". The share for program "B" would be 18.75 or 19. In the above example 1,600 represents the HUTS, or Homes Using Television out of the total TV households in the designated area. In this case HUTS = 57% (1,600 / 2,800).

            Untuk mengetahui TV share dan TV rating perlu diadakan riset secara terus menerus terhadap pemirsa TV. Di Indonesia hanya 8 kota besar yang dilakukan riset oleh AGB Nielsen. Hasil riset tersebut menjadi acuan bagi para pemasang iklan. Mengingat bahwa produk TV sebenarnya yang dijual kepada pemasang iklan adalah jumlah penonton, maka TV share dan TV rating sangat penting bagi pemasang iklan tersebut. TV rating akan menentukan Cost per point (CPP) atau Cost per rating point (CPRP) yaitu biaya iklan per 1 persen jumlah populasi yang diriset  yang dikeluarkan oleh pengiklan terhadap produk yang diiklankan.
Cost-Per-Point (CPP) is one of  methods of evaluating media efficiency. CPP is a ratio based on how much it costs to buy one rating point, or one percent of the population in an area being evaluated.

Cost-per-point is calculated by using the following formula:
CPP=     Cost of advertising schedule purchase
        Gross Rating Points(GRPs or “grips”)


Pengadaan Bahan Baku
Bahan baku stasiun penyiaran televisi adalah mata acara berupa video audio yang tersimpan di dalam kaset, server, piringan digital, atau yang disiarkan secara langsung. Semua program yang akan disiarkan harus mempunyai hak siar, dan kepemilikannya harus jelas dalam mata acara  (UU No. 32 Th 2002) . Ada beberapa cara untuk mendapatkan bahan mata acara tersebut:
1)      Membeli.
o  Membeli mata acara siap tayang langsung dari rumah produksi (production house), distributor lokal dan internasional. Pembelian program  yaitu jumlah siar dalam kurun waktu tertentu.
o  Membeli mata cara dari stasiun lain
2)      Produksi (sendiri) / In House Production.
Produksi dalam terminologi televisi yaitu proses membuat mata acara. In House Production, pembuatan mata acara dilakukan oleh stasiun televisi itu sendiri.
3)      Kerja Sama.
o   Stasiun bekerja sama dengan pihak lain untuk memproduksi suatu mata acara untuk ditayangkan dengan biaya ditanggung bersama atau bagi hasil penjualan iklan.
o   Stasiun bekerja sama dengan stasiun lain untuk memproduksi suatu program untuk ditayangkan bersama dengan biaya ditanggung bersama.
o   Barter mata acara dengan stasiun lain
4)      Blocking time.
o   Pemasang iklan menyiarkan mata acara dengan cara membeli jam tayang.
5)      Hibah/Bantuan.
o   Ada juga pihak yang mau memberikan hak siar suatu mata acara secara gratis kepada stasiun penyiaran televisi, biasanya berkenaan dengan kampanye suatu hal (agama, lingkungan hidup, sosial, dsb.).

Pilihan Kombinasi Masukan
Dalam dunia pertelevisian kombinasi masukan untuk menghasilkan produk berbeda dengan kombinasi masukan pada produksi manufaktur. Komponen yang harus diperhitungkan secara matang dalam menghasilkan “produk” setasiun penyiaran televisi yaitu:
1)      Jam Siaran. Jam siaran menentukan jumlah jam program yang harus disediakan.
2)      Jenis (genre) Program. Menentukan jenis program yang paling diminati oleh “pelanggan” (pemirsa) pada masing-masing segmen yang telah ditentukan.
3)      Perancangan Acara. Perancangan acara jangka panjang yang menjadi dasar bagi penyusunan acara, yaitu penentuan pola acara secara umum untuk masing-masing jenis program yang akan ditempatkan pada belt waktu tertentu. Perancangan ini sangat menentukan jenis program yang akan diadakan / dibeli. Perancangan ini bisa membentuk citra stasiun seperti apa di mata pemirsa dan mempengaruhi pola tonton pemirsa. Perancangan mata acara memerlukan keahlian khusus diengan dasar hasil riset, dan dibantu dengan tingkat feeling dan intuisi yang tinggi. Tidak ada teori yang mengajarkan dan menjamin kesuksesan pemolaan mata acara televisi.
4)      Penyusunan Acara. Penyusunan acara berdasarkan pada perancangan acara. Rancangan yang sudah ada diisi dengan detail judul atau nomer episode bisa berdasarkan urutan, masa tertentu, atau trend pada masyarakat. Susunan acara  dilakukan secara hati-hati karena berhapan langsung dengan kompetitor lain
5)      Pengadaan Program. Pengadaan program dengan memproduksi sendiri, atau membeli. Pengadaan ini berhubungan erat dengan biaya investasi dan biaya operasional.
Strategi Programming
Ada beberapa konsep pemrograman televisi untuk mendapatkan pemirsa sebanyak-banyaknya, karena pemasang iklan tidak “membeli mata acara”, tetapi membeli jumlah pemirsa yang sesuai dengan target pemasarann produknya, antara lain:
1)          Block Programming. Jadwal mata acara yang sejenis berurutan, menahan pemirsa untuk tetap pada kanal yang dipilih
2)          Counter Programming. Memberi alternatif mata acara yang berbeda dengan mata acara pesaing.
3)          Strong Lead-In Menarik pemirsa untuk menonton mata acara berikutnya dengan menyuguhkan mata acara yang populer (banyak pemirsanya).
4)          Hammocking Menempatkan mata acara baru di antara dua program yang sudah populer untuk mendapatkan peluang pemirsa terbanyak.
5)          Stunting. Perubahan jadwal yang disengaja untuk mengganggu pola kepemirsaan yang telah mapan dengan memberi program-program unggulan atau spesial.
6)          Tent-poling. Seperti Hammocking, menempatkan dua program mengapit program yang terkenal.
7)          Teori Paul Klein “L.O.P” “least objectionable program”.Pemirsa yang tidak menunggu / menonton mata acara tertentu, teapi menonton TV dan mencari mata acara yang paling diminati. (http://academic.udayton.edu/)
Pengambilan keputusan penentuan jenis program, perancangan dan penyusunan acara memerlukan perhitungan yang matang dan dilakukan oleh tenaga profesional. Dengan dasar teori di atas segala sesuatunya telah dipertimbangkan sebelum rencama-rencana dieksekusi.

Teknologi Televisi

Teknologi Televisi
(Tulisan tahun 2006, teknologi setelah tahun itu belum sempat mengikuti)

Peralatan dan perlengkapan stasiun televisi sangat padat dengan teknologi. Pemilihan teknologi harus tepat sehingga masih aplicable dalam beberapa tahun ke depan dan berkesinambungan dengan teknologi berikutnya. Teknologi televisi  setiap saat terjadi perubahan dan pengembangan. Hari ini yang dipilih teknologi yang paling mutakhir, belum sempat digunakan sudah ada teknologi yang lebih baru.
Teknologi
Teknologi televisi dikenal dengan istilah analog dan digital.  Kedua teknologi tersebut saat ini digunakan bersamaan. Teknologi analog dan digital untuk aplikasi dalam dunia audio video dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)       Analog.
Menurut kamus Webster’s, analog adalah …designating or of electronic equipment, recording, etc. in wich the signal corresponds to a physical change… Menurut http://techmind.org analogue is used to describe system wich operate using the principal of signals whose characteristic varies in proportion to some other function which they represent. Situs lain, www.wikipedia.org menjelaskan bahwa an analog or analogue signal is any variable signal continuous in both time and amplitude. It differs from a digital signal in that small fluctuations in the signal are meaningful. Analog is usually thought of in an electrical context, however mechanical, pneumatic, hydraulic, and other systems may also use analog signals.
Analog, mengkopi apa semuanya. Semua informasi dan data yang dibutuhkan atau tidak, akan disajikan., oleh karena muncul gangguan (noise) dari informasi yang tidak diperlukan tadi:
The analog signal is a continous function of independent variabls.The analog signal is defined for every instant of independent variable and so magnitude of independent  variable is continous in the specified range. here both the independent variable and magnitude are continous. http://www.niceindia.com/qbank/Digital_Signal_Processing.doc

Hasil rekaman secara analog sebagus apapun kualitasnya akan mengalami penurunan mutu pada saat direkam ulang atau ditransmisikan, hasilnya tidak sebagus aslinya. Hal ini terjadi karena melemahnya  amplitudo (kekuatan)  gelombang yang dipancarakan, dan karena alat pembawa sinyal tersebut menimbulkan noise tersendiri. Dalam batas tertentu, hasil kopi atau penerimaan sinyal yang tidak sebagus aslinya, dapat dikurangi dengan shielding, kabel yang baik, dan penyambungan yang tepat. Tetapi dalam kondisi tertentu, kelemahan tersebut sudah tidak dapat diatasi lagi.
2)      Digital.
Menurut kamus Webster’s, digital adalah designating or of a recording technique in wich the sound or images are coverted into groups of electronic bits and stored on magnetic  medium: the group of bits are read electronically as by a laser beam, for reproduction. Menurut http://techmind.orgrefers to systems which process number. In the case of digital recording or transmission a numerical description of the original signal is made, and it is this driscription which is stored.  Situs lain, www.wikipedia.org menjelaskan bahwa a digital system is one that uses numbers, especially binary numbers, for input, processing, transmission, storage, or display, rather than a continuous spectrum of values (an analog system) or non-numeric symbols such as letters or icons.
Digital yang direkam ulang atau ditransmisikan dengan cara digital hasilnya sama dengan aslinya. Data dan informasi ditransmisikan dengan diubah menjadi kode nol dan satu. Pada pesawat penerima nol dan satu tersebut diubah ulang menjadi informasi seperti semula, tanpa noise.
Rekaman digital adalah sampling process, maksudnya hanya “contoh” sinyal yang disimpan. Contoh dalam rekaman suara dengan kualitas CD, contoh sinyalnya di rate 44,1 KHz, atau 44.100 kali per detik. Ini kualitas terendah digital audio, namun tanpa desis seperti kualitas rendah  rekaman analog. Dalam rekaman digital yang profesional, sudah menggunakan rate yang lebih tinggi: 48,0 KHz, 88,2 Khz, bahkan paling baru sudah pada 192 Khz  (th 2006) (www.jmudloff.org).
Namun kalau berbicara kualitas tanpa memperhatikan faktor lain, (biaya, besarnya alat, waktu pekerjaan) analog tak bisa ditandingi oleh digital, “Sebenarnya rekaman PH (piringan hitam)  terburuk masih lebih bagus daripada rekaman CD terbaik”, dan teknologi saat ini belum mampu membuat rekaman CD yang mutunya menyamai Piringan Hitam (Kompas, 13 Nov, 2005). Faktor utama pengambilan keputusan pemilihan antara analog dan digital yaitu biaya:

Digital mempunyai kelebihan dibandingkan dengan analog:
1)      Penerimaan sinyal (audio video) lebih bagus karena sama dengan aslinya (tidak ada noise), tidak ada penurunan mutu.
2)      Memudahkan pekerjaan, hasilnya sesuai keinginan:
Langsung upload ke editing system
Error-correction.circuity mengurangi masalah dropout
Bisa membuat efek nyaris tanpa batas
Pekerjaan lebih cepat dan bisa simultan
3)       Bisa dipadatkan (compressed), menguntungkan pada penyimpanan perawatan, dan pengiriman (transmisi).
4)      Membutuhkan alat kerja dan ruang yang lebih sedikit

Sistem Warna
Sistem warna (color encoding) televisi ada 3 yaitu NTSC, PAL, dan SECAM:
1)      NTSC. National Television System Committee, yang diciptakan di Amerika menggunakan 525 garis transmisi per frame, yang dipakai untuk gambar 480 garis sisanya untuk data yang lain, dan 30 frame per detik. NTSC mempunyai beberapa varian, yaitu M, A, dan J. Negara utama pemakai NTSC yaitu Amerika Serikat, Kanada, Jepang, dan Taiwan.
2)      PAL. Phase Alternating Line, pertama kali digunakan di Jerman sebagai perbaikan dari sistem NTSC. Informasi sinyal video dibalik dengan garis vertikal secara otomatis untuk mengoreksi phase warna yang salah pada saat ditransmisikan dengan cara membatalkannya, dan mata kita tidak mampu mendeteksi pengurangan resolusi warna vertikal tersebut. PAL mempunyai 625 garis per frame (yang dipakai untuk gambar 576, sisanya dipakai untuk informasi lain), dan 25 frame per detik. Varian PAL yaitu B, G, H, I dan N. Sistem PAL paling banyak digunakan di belahan dunia.
3)        SECAM. Sequentiel Couleur avec Memorie, rangkaian warna dengan memori. Perbedaan SECAM dan PAL yaitu bahwa SECAM mengirim hanya satu sinyal sinyal warna sekali kirim dan menggunakan informasi warna lain dari garis sebelumnya, sedangkan PAL mengirimkan langsung tiga warna. SECAm pertama kali ditemukan di Perancis, karena tidak mau menggunakan standar Amerika.  Jumlah garis fer frame dan jumlah frame per detik sama dengan PAL. Negara pemakai sistem SECAM yaitu Perancis, Rusia, Timur Tengah, dan Eropa Timur (sekarang Eropa Timur telah beralih ke PAL).

Format
Telivisi atau audio mempunyai beberapa format, semula format berhubungan dengan jenis video tapes, media penyimpan hasil rekaman yang akan ditayangkan di televisi dalam bentuk pita magnetik (www.wikipaedia.org).
Analog
1)      Open Reel. Mesin Videotape pertama yaitu Quadruplex yang diperkenalkan oleh Ampex di Amerika pada tahun 1956. Lebar pita 2 inci (5,08cm). Pemakaian pita ini berlansung sampai sekitar 20 tahunan, walau pita ini cenderung ringkih, cepat rusak, dan mahal. Pada akhir tahun 1970-an, diperkenalkan format pita baru baru yaitu yang disebut C-format vediotape, dengan lebar pita 1 inci.
2)       U-Matic. Pada tahu 1969, Sony memperkenalkan video kaset yang pertama composite U-matic system, yang selanjutnya disebut Broadcast Video U-matic (BVU). Lebar pita U-matic ¾ inci. Sampai awal tahun 1990-an format U-matic masih digunakan untuk beberapa program acara yang ditayangkan televisi di Indonesia.
3)      Betacam SP. Keluarga Betacam component video diperkenalkan Sony pada tahun 1982. Lebar pita Betacam ½ inci. Betacam SP, format yang begitu populer, sampai sekarang yang paling banyak digunakan oleh semua stasiun televisi komersial di Indonesia.

Digital
Ada banyak format digital yang dikembangkan oleh banyak perusahaan (http://www.cybercollege.com):
1)      Format "D"
      D1, dikembangkan oleh Sony pada tahun 1986. D1 merupakan format digital pertama dan tidak ada penurunan kualitas pada saat dilakukan penyuntingan (editing) bila dibandingkan dengan analog. Walaupunteknologi sudah maju, D1 dianggap tetap “tak ada kompromi” untuk membuat efek-efek khusus yang dibutuhkan pada saat pascaproduksi.
      D-2, diperkenalkan oleh Ampex Corp., mengikuti langkah D1. Format ini sudah menggunakan kompresi (compression). Walau ada sedikit penurunan mutu gambar namun format ini sudah banyak kesulitan teknis.
      D-3, dikeluarkan oleh Panasonic pada tahun 1991, menggunakan pita ½ inci yang kecil, maka format ini digunakan pertama kali untuk kamera digital. 
      D-5, (tidak ada D-4 karena 4 merupakan angka pantangan untuk kepercayaan bangsa-bangsa timur jauh), dikeluarkan oleh Panasonic pada tahun 1993, karena format D3 tidak sesukses harapan mereka, dan untuk menyaingi format Betacam digital produk Sony. D-5 mempunyai banyak kelebihan secara teknis, masuk di arena peralatan hi-end,juga  memenuhi syarat untuk signal HDTV, dan  merupakan saingan pertama kualitas “tak ada kompromi” D-1. 
      D-6, format kaset digital menggunakan pita kaset 19mm helical-scanuntuk merekam materi  uncompressed high difinition television.
      D-7, Panasonic DVCPRO, menggunakan ukuran DV dan mempunyai banyak kelebihan, kelebihan utamanya yaitu bisa bekerja langsung pada PC, yang mempunyai drive khusus, untuk penyuntingan. Isi kaset dapat ditransfer pada komputer empat kali lebih cepat dari pada kecepatan biasa. Untuk mutu yang lebih tinggi, Panasonic mengeluarkan DVCPRO50.
      D-9 (Digital-S), pengembangan dari S-VHS JVC, menggunakan head yang terpisah untuk rekaman dan putar ulang. Hal ni memungkinkan sinyal yang terekam pada detik yang berbeda setelah direkam. Di samping itu pemakai bisa memutar ulang bersamaan dengan memberi title atau efek dan langsung terekam. (tidak ada D8, karena bisa membingungkan dengan DA88, kaset audio 8 track)
2)      DVCAM , Digital Betacam
      DVCAM, buatan Sony adalah adaptasi profesional untuk format  DV dengan memasukkan beberapa perbaikan yang sama dengan DVCPRO. DVCAM memasukkan  koneksi "iLink" yang memungkinkan alat perekamnya (recorder) dicolokkan langsung ke komputer untung penyuntingan.  Mesin DVCAM dapat memutar ulang (play back) format  DV dan DVCPRO.
     
      Digital Betacam, diperkenalkan oleh Sony  pada tahun 1993 sebagai pengganti Betacam analog yang sangat populer selama lebih dari 20 tahun. Lebar pitanya sama dengan yang analog, ½ inci. Walaupun Digital Betacam tidak bisa merekam dengan kaset Betacam SP (analog), namun bisa memutar ulang format tersebut.  Seperti Panasonic meningkatkan mutu DVCPRO dengan membuat DVCPR50 Betacam digital membuat seri SX  pada tahun 1996.
3)      DVD dan Solid-State recording
      Dua tehnik perekaman yang akan mempercepat kematian video tape, yaitu blue laser DVD dan solid-state memory-based PCMCIA cards. Akhir tahun 2002, Hitachi memperkenalkan format nirpita (tapeless) yang bisa merekam baik di solid-state computer RAM dan di DVD. Kombinasi ini memungkinkan merekam dan menyunting di lapangan. 
     DVD Sony menggunakan sistem blue laser light untuk merekam sampai 23.3 Gb data dalam satu disc, sekitar satu jam broadcast quality audio-video. Panasonic memperkenalkan  P2 professional grade solid-state recording di tahun 2004. Kamera Panasonic AJ-SPX800 “tidak ada yang bergerak” (berputar seperti kaset, piringan DVD) dan mempunyai slot sampai lima memory card.  Pada saat video selesai direkam card-nya dapat dipindahkan ke komputer. Keuntungan “tidak ada yang bergerak” ini anadal terhadap maslah lingkungan seperti kelembababn dan getaran., dan menggunakan catu daya yang kecil.
      Ada dua keuntungan dengan menggunakan  solid-state memory: beberapa model bisa diputar ulang dan  digital uploading untuk penyuntingan 20X kecepatan normal dan kameranya sangat kecil. Di samping solid-state mempunyai usia pemakaian yang lebih panjang dari videotape atau DVD.
4)      High-Definition Formats
      High-definition digital recorder pertama Sony HDD-1000. Perekam tanpa melakukan pemadatan data, menggunakan open reel tape 1-inci. Karena terlalu mahal, dan kurangdiminati maka digandti dengan HDCAM.  Panasonic dengan versi yang telah di-upgrade: D-5HD dan DVCPROHD.  DVCPROHD mempunyai kecepatan 4 kali dibandingkan dengan DVCPRO.  JVC dengan GR-HD1, menggunakan kaset  mini-DV.

5)      Ultra High-Definition Formats
      Kamera yang dibuat oleh DALSA mampu mebuat gambar dengan resolusi empat kali resolusi terbaik kamera HDTV. Menggunakan chip 2/3 inci, yang juga digunakan oleh sebagian besar kamera profesional, chip DALSA mampu  membuat area gambar lebih besar beberapa kali lipat dari gambar film 35 mm

Consumer Video Format
Format video keperluan pribadi (home use) yang sangat terkenal diantaranya:
1)  Analog
VHS, Video Home Service  sangat luas  pemakaiannya untuk dokumentasi pribadi dan perekaman film yang disewakan (di Amerrika).  
S-VHS, pengembangan VHS berikutnya yaitu banyak digunakan untuk peliputan berita karena murah dan gambarnya tidak begitu jelek.  Varian VHS dan S-VHS ada tambahan huruf C dibelakangnya yang berarti compact.
Betamax, dibuat oleh Sony, tapi perkembangan berikutnya kalah dengan VHS. Di Indonesia banyak digunakan untuk persewaan video sebelum VCD dan DVD beredar luas.
8mm, menggunakan pita kaset 8 mm didisain untuk rumah tangga. Keuntungannya kameranya jauh lebih kecil daripda VHS.
Hi8, pengembangan 8mm dengan kualitas yang lebih bagus. Kemunculan Hi8 untuk mengimbangi S-VHS.
2)   Digital
Mini DV, menggunakan pita kaset kecil dan proses pengerjaannya bisa langsung dikerjakan di komputer, bisa dibuat VCD atau DVD secara instan.
Digital 8, menggunakan kaset Hi8, hanya Sony yang membuat
RAM Recording, menggunakan disc DVD 8 cm untuk 30 menit rekaman. DVD-R hasilnya bisa langsung diputar di mesin DVD, tetapi hanya sekali pakai, tak bisa untuk rekaman lagi. DVD RAM, tidak bisa diputar di mesin DVD biasa tetapi bisa untuk rekaman lagi.
Micro MV, hanya Sony
HDV, dengan kaset mini DV menghasilkan kualitas HD

25 September 2008

Televisi di Indonesia

Perkembangan Televisi di Indonesia

Kelahiran televisi di Indonesia berbeda dengan kelahiran di negara asalnya. Televisi di Indonesia tidak mengalami proses pengembangan teknologi. Televisi di Indonesia mencangkok hasil jadi dari negara-negara pengembang teknologi televisi.

Bermula ditunjuknya negara Indonesia sebagai penyelenggara Asian Games. Untuk melengkapi pesta akbar olahraga se Asia tersebut maka harus ada stasiun televisi agar kelihatan seperti bangsa besar lainnya (Siregar, 2001). Maka jadilah bangsa Indonesia negara ke empat di Asia yang mempunyai siaran televisi, setelah Jepang, Thailand, dan Philipina. Kebutuhan televisi di Indonesia bukan karena hasil pengembangan atas keinginan menciptakan sesuatu, tetapi keinginan untuk kelihatan besar dan modern, gengsi di mata negara lain.

Waktu itu tahun 1962, tanggal 17 Agustus, di Istana Negara diadakan upacara peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-17, televisi Indonesia, TVRI, Televisi Republik Indonesia pertama kali mengudara dengan kekuatan 100 W. Di bawah naungan Biro Radio dan Televisi Departemen Penerangan, mulai tanggal 12 November 1962 TVRI mengudara secara reguler. Setelah acara Asian Games selesai. Pada tanggal 1 Maret 1963 TVRI ditetapkan sebagai badan hukum berbentuk yayasan, bersamaan itu pula TVRI mulai menyiarkan iklan (Sudibyo, 2004). TVRI awalnya hanya siaran untuk lokal Jakarta, secara berangsur melengkapi peralatan membuat jaringan untuk daerah dengan transmisi darat.

Awal pendirian TVRI (seperti sebagian pendirian televisi lokal di Indonesia saat ini), bermodalkan semangat, tanpa studi kelayakan yang memadai. Sebenarnya semua tahu bahwa televisi sarat dengan teknologi tinggi dan padat modal. Semangat tinggi dengan peralatan seadanya, tanpa perencanaan strategi jangka panjang, termasuk pembiayaan. Namun pembiayaan TVRI sedikit lebih beruntung karena adanya iuran pemilik pasawat TV, subsidi pemerintah, dan iklan (pada tahun 1981 tayangan iklan dihentikan).

Dengan adanya iuran bagi pemilik pesawat TV, TVRI seharusnya menjadi telvisi publik, tetapi kenyataannya TVRI tidak terlalu memperhatikan kepentingan publik. TVRI justru menjadi televisi pemerintah, medium propaganda program-program pemerintah dengan segala alasannya. Apa pun isinya, rakyat harus menerima apa adanya, karena keluhan dan masukan bukan menjadi hal yang perlu dipertimbangkan oleh pengelola TVRI. Sampai tahun 1989 TVRI berjalan sendirian, memonopoli arus informasi dengar pandang (audio visual) di Indonesia (walaupun pada pertengahan tahun 1980-an TV asing sudah masuk lewat parabola dan TV kabel lokal).

Desakan globalisasi memaksa pemerintah mengizinkan berdirinya televisi swasta (dari pada pada nonton TV asing), untuk kalangan yang terbatas, yaitu ntuk orang-orang yang begitu dekat dengan pusat kekuasaan. Tanpa dasar hukum yang jelas, pada tahun 1989 diizinkanlah sebuah stasiun pemancar televisi swasta pertama di Indonesia, Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) dengan pola TV berlangganan, siaran terbatas di Jakarta dan menggunakan decoder. Pada tahun berikutnya, di Surabaya didirikan Surya Citra Televisi (SCTV). RCTI menjadi free TV. Televisi Pendidikan Indonesia (sekarang telah menjadi televisi dang dut, tanpa unsur pendidikan sama sekali), TPI, tahun 1991 bersiaran nasional pagi hari menggunakan transmisi TVRI. Tahun 1993 di Lampung didirikan Andalas TV (ANTV), dan tahun 1995, Indosiar resmi bersiaran nasional.

Nampaknya ide awal televisi swasta diarahkan ke siaran lokal, karena TV swasta didirikan di berbagai kota. Namun karena TPI bersiaran nasional membuat para pengelola TV swasta lain menginginkan siaran nasional pula. Dan ternyata siaran nasional jauh lebih menguntungkan secara ekonomi dibandingkan dengan siaran lokal (Sudibyo, 2004). Maka pada tahun 2003, televisi swasta yang telah ada beramai-ramai bersiaran nasional.

Siaran televisi swasta memberi alternatif baru dalam arus informasi dan hiburan kepada masyarakat. Masyarakat yang semula hanya disuguhi berita-berita kegiatan seremonial para pejabat tinggi pemerintah dan negara, setelah adanya televisi swasta, ada informasi lain, dan kreatifitas maupun hiburan lain yang disuguhkan, yang waktu itu tak mampu dirambah TVRI. Dan sejak itu TVRI menjadi barang usang, tidak pernah ditengok lagi, kecuali untuk daerah yang belum mendapat fasilitas siaran televisi swasta.

Sampai tahun 1998, kontrol pemerintah terhadap stasiun penyiaran televisi masih sangat ketat. Departemen Penerangan seperti pengawas ujian pegawai negeri, matanya selalu melotot mengawasi gerakan para televisi swasta. Semua berita dan kegiatan presiden, wakil presiden, dan panglima ABRI yang disiarkan oleh TVRI harus disiarkan pula oleh para televisi swasta tersebut. TVRI masih menjadi kakak sulung yang perlu diikuti dan dituruti.

Tahun 1998, titik awal perubahan situasi. Reformasi bergulir. Kebebasan didirikan (kadang sampai kebablasan pula). TVRI bukan lagi menjadi panutan yang perlu diturut. Televisi swasta mulai berani unjuk gigi, menyiarkan berita yang harus beritakan. Menghentikan berita pembangunan (yang telah porak poranda) dari TVRI. Para televisi swasta bersaing mengatur strategi pemberitaan dan acara lain yang paling menarik minat masyarakat. Pada titik awal itu pula kran perizinan yang semula mampet dan dikhususkan untuk orang-orang terdekat dengan kekuasaan terdrobrak oleh arus reformasi dan demokratisasi.

Demokratisasi informasi memunculkan pemikiran bagi banyak orang untuk mendirikan stasiun televisi swasta nasional lainnya. Setelah krisis moneter berangsur teratasi, muncullah televisi swasta nasional baru, Metro TV, Lativi, Global TV, TV7 (sekarang Trans7), Trans TV. Diikuti pula dengan televisi lokal yang dipelopori oleh JTV di Surabaya. Sampai saat ini (2005 pada saat tulisan ini ditulis) sudah lebih dari seratus stasiun televisi lokal yang bersiaran, baik yang telah berizin maupun yang belum berizin, yang dikerjakar secara serius maupun yang sekedar bermodalkan semangat.

Payung hukum televisi di Indonesia sampai tahun 2002, tidak jelas. Semua keputusan tentang televisi hanya bermodalkan surat keputusan menteri penerangan. Dan menteri penerangan sangat berkuasa menentukan segalanya. Pada tahun 1997, diundangkan UU Penyiaran No. 74 Th 1997. Undang-undang ini belum sempat diimplementasikan karena keburu kena dampak reformasi, undang-undang belum dicabut tetapi tidak ada yang menurut. Pada tahun 2002 diundangkan UU Penyiaran baru, UU No. 32 tahun 2002 (yang ditentang oleh para pengelola televisi swasta dan mengajukan Judicial review ke MK, dan kalah) ada angin segar terhadap kepastian hukum keberadaan kepenyiaran di Indonesia. Undang-undang itu pun tidak bisa segera berjalan, karena perangkat pengaturnya belum dibuat.

Undang-undang No 32 Tahun 2002, dimunculkan institusi resmi pengawas penyiaran, yaitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), di Amerika Serikat namanya Federal Communications Commission (FCC), dengan tugas utama mengatur hal-hal mengenai penyiaran. Namun nampaknya KPI belum seperkasa FCC. KPI masih seperti sapi ompong, karena sebagai pengawas belum dilengkapi perangkat administrasi yang lebih detail, peraturan pemerintah.

Undang-undangnya sudah ada tetapi peraturan pelaksanaannya belum dibuat, menyebabkan semua orang boleh menginterpretasikan isi undang-undang menurut kepentingannya. Orang pada bingung pada siapa harus meminta izin apabila mau mendirikan stasiun penyiaran televisi. Yang paling krusial adalah masalah frekuensi yang sangat terbatas. Sebagian meminta izin kepada Dirjen Postel, sebagian lagi meminta izin kepada KPI Daerah, sebagian lagi meminta izin kepada gubernur, atau bupati, walikota. Maka tidak mengherankan terjadi tumpang tindih frekuensi karena pemberi izin berbeda, siapa yang lebih dulu mengudara itulah yang menang.

Tumpang tindih frekuensi dan kepada siapa harus meminta izin, nampaknya akan segera berakhir dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 49, 50, 51, dan 52 tahun 2005. Namun munculnya PP tersebut mengundang protes DPR RI, KPI, dan lembaga-lembaga yang berkepentingan dengan jurnalistik, karena dianggap memberangus kebebasan informasi. Pemerintah, dalam hal ini, Menteri Komunikasi dan Informasi, mengalah, menunda pelaksanaannya dalam waktu dua bulan. Namun anehnya para pengelola penyiaran, baik televisi dan radio, melalui asosiasi masing-masing, mendesak agar pemerintah segera memberlakukan PP tersebut agar keadaan lawless kepenyiaran segera berakhir.

Lembaga Penyiaran Televisi di Indonesia

Menurut UU No 32 Tahun 2002, penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan, ada empat penyelenggara jasa penyiaran televisi yaitu

1) Lembaga Televisi Publik

Lembaga Penyiaran Publik yaitu lembaga penyiaran berbadan hukum yang didirikan oleh negara bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberi layanan untuk kepentingan masyarakat. Dalam hal ini yaitu TVRI, dengan kantor pusat penyiaran di ibu kota negara RI. Di daerah dapat didirikan Lembaga Penyiaran Publik lokal. Dewan direksi dan dewan pengawas Lembaga Penyiaran Publik ditetapkan oleh Presiden atas usul DPR, atau Gubernur, Bupati, atau walikota untuk atas usul DPRD untuk Lembaga Penyiaran Publik lokal, diawasi oleh DPR, atau DPRD.

Sumber pembiayaan Lembaga penyiaran ini yaitu dari iuran penyiaran, pemerintah, sumbangan, iklan, dan usaha lain yang terkait dengan penyiaran. Lembaga ini setiap tahun harus membuat laporan dan diaudit oleh akuntan publik.

2) Lembaga Televisi Swasta

Lembaga Penyiaran Swasta yaitu lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia yang didirikan dan dengan modal awal oleh warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia. Orang asing hanya boleh duduk di dalam kepengurusan dalam bidang teknik dan keuangan. Modal tambahan yang berasal dari negara asing maksimal 20%, dan wajib memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memiliki saham dan pembagian hasil laba perusahaan. Pemusatan kepemilikan dan penguasaan, dan kepemilikan silang dengan jasa media masa lain dibatasi. Sumber pembiayaan dari iklan dan usaha lain yang berkaitan dengan kepenyiaran

3) Lembaga Televisi Komunitas

Lembaga Penyiaran Komunitas yaitu lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia yang didirikan oleh komunitas tertentu bersifat independen, netral, tidak komersial, dan dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, melayani kepentingan komunitasnya. Lembaga Penyiaran Komunitas merupakan komunitas non partisan, tidak mewakili lembaga asing, tidak terkait dengan organisasi terlatrang, tidak untuk kepentingan propaganda kelompok atau golongan tertentu.

Sumber pembiayaan dari kontribusi komunitas tersebut, hibah, sponsor, dan sumber lain yang tidak mengikat, dan dilarang menerima bantuan asing, dilarang menyiarkan iklan.

4) Lembaga Televisi Berlangganan

Lembaga Penyiaran Berlangganan yaitu lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia yang hanya memberi layanan berlangganan dengan memancarluaskan materi khusus kepada pelanggan. Media pemancarannya bisa berupa satelit, kabel, atau terestrial. Lembaga ini wajib menyediakan paling sedikit 10 % dari kapasitas kanal saluran untuk TV publik dan swasta.

Jangkauan Siaran (PP 50 Th. 2005)

Wilayah Jangkauan Siaran adalah wilayah layanan siaran sesuai dengan izin yang diberikan, yang dalam wilayah tersebut dijamin bahwa sinyal dapat diterima dengan baik dan bebas dari gangguan atau interferensi sinyal frekuensi radio lainnya.

1) Televisi Lokal

Stasiun Penyiaran Lokal adalah stasiun yang didirikan di lokasi tertentu dengan wilayah jangkauan terbatas dan memiliki studio dan pemancar sendiri. Cakupan wilayah siaran lokal adalah cakupan wilayah layanan siaran yang meliputi wilayah di sekitar tempat kedudukan lembaga penyiaran yang bersangkutan atau wilayah satu kabupaten/kota.

2) Televisi Berjaringan

Sistem Stasiun Jaringan adalah tata kerja yang mengatur relai siaran secara tetap antar lembaga penyiaran, terdiri dari Lembaga Penyiaran Swasta induk stasiun jaringan dan Lembaga Penyiaran Swasta anggota stasiun jaringan yang membentuk sistem stasiun jaringan. yang melakukan relai siaran pada waktu-waktu tertentu dari Lembaga Penyiaran Swasta induk stasiun jaringan.

Tata Cara Pendirian Lembaga Penyiaran Swasta

Secara garis besar tata cara pendirian stasiun penyaiaran televisi swasta yang disarikan dari PP 50 Th. 2005:

1) Lembaga Penyiaran Swasta diselenggarakan melalui sistem terestrial meliputi penyiaran televisi secara analog atau digital dan wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran.

2) Persyaratan Pendirian Lembaga Penyiaran Swasta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. didirikan oleh warga negara Indonesia, dengan bentuk badan hukum Indonesia berupa perseroan terbatas;

b. bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran televisi;

c. seluruh modal awal usahanya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia.

3) Permohonan wajib mencantumkan nama, visi, misi, dan format siaran, dengan melampirkan persyaratan administrasi, program siaran dan data teknik penyiaran.

4) Apabila pada satu wilayah jumlah Pemohon penyelenggara Lembaga Penyiaran Swasta melebihi saluran yang tersedia dalam rencana induk frekuensi radio, akan dilakukan seleksi.

5) Setelah mendapatkan izin wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 1 (satu) tahun

6) Selama masa uji coba siaran Lembaga Penyiaran Swasta tidak boleh

a. menyelenggarakan siaran iklan, kecuali siaran iklan layanan masyarakat

b. memungut biaya yang berkenaan dengan penyelenggaraan penyiaran.

7) Jangka waktu berlakunya izin10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang.

8) Izin dapat dicabut oleh Menteri apabila Lembaga Penyiaran Swasta melakukan pelanggaran, atau tidak memenuhi ketentuan.

9) Setiap perubahan nama, domisili, susunan pengurus, dan/atau anggaran dasar Lembaga Penyiaran Swasta harus terlebih dahulu dilaporkan kepada Menteri sebelum mendapat pengesahan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Sejarah Televisi

Televisi

Televisi merupakan terjemahan dari bahasa Inggris Television. Kata television diambil dari bahasa Latin tele yang berarti jauh (jarak) dan visio, melihat, kata benda dari visus, terlihat, yang diturunkan dari kata kerja vedere, melihat. Secara umum televisi, yang biasa disingkat TV (dibaca oleh orang Indonesia tivi yang seharusnya teve) televisi adalah sistem komunikasi penyiaran dan penerima gambar hidup dan suara dari jauh. Istilah tersebut sudah menyangkut semua aspek program acara televisi dan pemancarannya. (www.wikipedia.org).

Sejarah Televisi

Televisi menjalani sejarah panjang yang dimulai sejak abad ke-19.

1885: Paul Gottlieb Nipkow, mengusulkan dan mematenkan televisi eletromekanik yang pertama pada. Piringan, berlubang-lubang membentuk spiral mengarah ke tengah, berputar menjadi “televisi” pertama.

1990: Constantin Perskyi dalam, the International Electricity Congress, memperkenalkan kata televisi dalam papernya yang me-review elektromekanik teknologi karya Nipkow dan lainnya.

1911: Boris Rosing dan mahasiswanya Vladimir Kosma Zwarykin “sukses” dengan sistem televisi menggunakan mechanical mirror-drum scanner untuk dipancarakan lewat kabel dengan cathode ray tube sebagai pesawat penerima.

1925: John Logie Baird dan kawan-kawannya di Inggris, dengan piringan Nipkow menciptakan sistem untuk pemindaian (scanning), pemancaran, dan penerimaan citra bergerak. Televisi Baird hanya memiliki 30 garis vertikal yang cukup mereproduksi wajah seseorang.

1928: Beird berhasil memancarkan sinyal televisi transatlantik yang pertama.

1931: Beird berhasil mengadakan siaran lansung pertamanya.

1936: Sistem Beird mencapai 240 garis yang disiarkan oleh BBC, sebelum sistemnya dihentikan dan diganti dengan sistem elektronik dengan 405 garis. Pada saat Baird di Inggris melakukan penemuan citra bergerak, di Amerika pada tahun yang sama, dengan sistem yang hampir sama, Charles Francis Jenkins berhasil memancarkan citra dengan 48 garis per gambar dan 16 gambar per detik.

Perkembangan televisi elektronik tertinggal jauh dengan televisi elektromekanik karena televisi elektromekanik relatif lebih murah, bagian-bagiannya tidak rumit, dan tidak ada yang tertarik untuk membiayai pengembangan televisi elektronik pada saat tv elekromekanik sudah jauh lebih baik pada saat itu. Namun dengan ditemukan sistem yang lebih murah, Vladimir Kosmo Zworykin dan Philo T. Farnsworth membuat televisi elektronik dapat dikembangkan. RCA melihat bahwa televisi elektronik aklan lebih bernilai komersial, bersedia membiayai pengembangan ide Farnsworth dan Zworykin.

1934: Televisi eletromekanik menjadi barang yang ketinggalan jaman, walau beberapa stasiun televisi tetap bersiaran dengan eletromekanik sampai tahun 1939.

1939: RCA dan Zwarykin bersiaran dengan program reguler yang dimulai pada saat “penelevisian” the World Fair di New York.

1941: National Television Standard Committee (NTSC) diputuskan sabagai acuan standar nasional pemancaran televisi di Amerika Serikat. Lima bulan setelah keputusan tersebut sudah 22 negara yang mengikuti standar tersebut untuk stasiun televisi mereka.

1941: Televisi berwarna dimulai. Terjadi pertarungan antar RCA dan CBS. Televisi berwarna meraka belum bisa dinikmati khalayak karena tidak compatible dengan pesawat penerima siaran televisi hitam putih milik mayarakat.

1942 s.d 1945, the War Production Board menghentikan semua produksi peralatan televisi dan radio untuk masarakat sipil.

1951: Siaran televisi berwarna di Amerika dimulai.

Setelah perang usai CBS, RCA, dan CTI berebut memperkenalkan teknologi televisi berwarna. RCA menang sebab mampu mengembangkan teknologi TV berwarna tanpa harus mengganti pesawat penerima televisi hitam putih. CBS dan CTI kalah bersaing karena teknologinya tidak compatible dengan pesawat televisi hitam putih yang telah ada. Saat itu pesawat televisi masih sangat mahal (setara setengah harga mobil). Akhirnya secara komersial pesawat televisi berwarna menggunakan standar warna NTSC-RCA.

Di Eropa dikembangkan sistem 625 garis untuk transmisi monokrom dengan jumlah frame per detiknya 24 frame. Di Amerika setiap frame terdiri dari 525 garis dan 30 frame per detik.

Ketidakpuasan terhadap sistem NTSC Amerika, negara-negara Eropa menggunakan sistem lain yaitu SECAM yang diciptakan di Perancis, dan PAL diciptakan di Jerman. Perkembangan teknologi televisi berwarna di Eropa tidak sepesat Amerika, karena kurangnya motivasi komersial. Lembaga penyiaran di Eropa rata-rata dimiliki oleh negara.

1967: Siaran berwarna secara reguler di Eropa pertama kali.

1972: Di Amerika siaran televisi hitam putih berakhir

1980 an: di Eropa masih ada siaran televisi hitam putih

Televisi semakin berkembang baik teknologi pada perangkat produksi, penyiaran, pemancar, stasiun, dan pesawat penerima., maupun jumlah. Saat ini teknologi sudah berkembang menghasilkan mutu yang jauh lebih bagus dan akuat dibandingkan dengan beberapa tahun lalu.

Digital Television (DTV) adalah tipe baru dari penyiaran televisi yang mentransformasikan gambar dan suara diambil dengan teknologi digital, ditransmisikan dengan kualitas film, mempunyai kemampuan multicasting dan interaktif. Ini berarti pemirsa mempunyai banyak pilihan tingkat kualitas program televisi digital. SDTV (Standard Definition TV), standar dasar kualitas tayangan dan resolusi gambar pada televisi, yang analog maupun untuk digital, yang berformat aspek rasio layar 4:3 atau pun 16: 9. HDTV (High Definition TV), dengan format aspek rasio 16:9 menampilkan resolusi gambar tertinggi yang diambil dengan peralatan digital dengan suara yang stara dengan CD. (http://www.dtv.gov/whatisdtv.html).

HDTV merupakan salah satu format televisi digital, sebagai perbandingan TV analog NTSC per frame terdiri dari 525 garis kali 720 pixel, dengan total 378,000 pixel, sedangkan HDTV mempunyai resolusi 1920 x 1080. total 2,073,600 pixel per frame, fixelnya enam kali lebih TV analog. Kelebihan lain HDTV yaitu multicasting, yaitu bisa menyiarkan 4 program SDTV sekaligus dalam satu channel, pada saat tidak menyiarkan HDTV (http://www.pbs.org/opb/crashcourse/)

2005: Di Amerika sudah ada sekitar 843 dari 1696 stasiun penyiaran televisi yang sudah mengaplikasikan DTV (http://www.fcc.gov/mb/video/files/dtvonair.html).

2006: Transisi dari TV analog ke digital diharapkan selesai pada tanggal 31 Desember 2006 (http://www.fcc.gov/cgb/consumerfacts/digitaltv.html), namun pada tanggal 21 Desember 2005, Senat Amerika memutuskan transisi selesai tanggal 17 Februari 2009 (hhtp://broadcastengineering.com/newsletters/eng_update/20051228/#). Pada saat digital televisi telah beroperasi, bukan berarti pesawat penerima TV analog tidak terpakai. Pesawat tetap bisa dipakai dengan menambahkan converter set-top box.

2006: Di Indonesia pada akhir Januari 2006 diadakan percobaan televisi digital ( SIARAN PERS No 01/DJPT.1/KOMINFO/I/2006 2 Januari 2006 www.depkominfo.go.id ).

2007: Tanggal 7 Maret pemerintah Amerika juga menentukan semua produksi televisi sudah menggunakan digital tuner sudah tersedia langsung pada pesawat penerima televisi. Para pabrik pembuat pesawat televisi sudah harus menghentikan produksi pesawat televisi analog (www.fcc.gov/cgb/consumerfacts/digitaltv.html)