25 September 2008

Televisi di Indonesia

Perkembangan Televisi di Indonesia

Kelahiran televisi di Indonesia berbeda dengan kelahiran di negara asalnya. Televisi di Indonesia tidak mengalami proses pengembangan teknologi. Televisi di Indonesia mencangkok hasil jadi dari negara-negara pengembang teknologi televisi.

Bermula ditunjuknya negara Indonesia sebagai penyelenggara Asian Games. Untuk melengkapi pesta akbar olahraga se Asia tersebut maka harus ada stasiun televisi agar kelihatan seperti bangsa besar lainnya (Siregar, 2001). Maka jadilah bangsa Indonesia negara ke empat di Asia yang mempunyai siaran televisi, setelah Jepang, Thailand, dan Philipina. Kebutuhan televisi di Indonesia bukan karena hasil pengembangan atas keinginan menciptakan sesuatu, tetapi keinginan untuk kelihatan besar dan modern, gengsi di mata negara lain.

Waktu itu tahun 1962, tanggal 17 Agustus, di Istana Negara diadakan upacara peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-17, televisi Indonesia, TVRI, Televisi Republik Indonesia pertama kali mengudara dengan kekuatan 100 W. Di bawah naungan Biro Radio dan Televisi Departemen Penerangan, mulai tanggal 12 November 1962 TVRI mengudara secara reguler. Setelah acara Asian Games selesai. Pada tanggal 1 Maret 1963 TVRI ditetapkan sebagai badan hukum berbentuk yayasan, bersamaan itu pula TVRI mulai menyiarkan iklan (Sudibyo, 2004). TVRI awalnya hanya siaran untuk lokal Jakarta, secara berangsur melengkapi peralatan membuat jaringan untuk daerah dengan transmisi darat.

Awal pendirian TVRI (seperti sebagian pendirian televisi lokal di Indonesia saat ini), bermodalkan semangat, tanpa studi kelayakan yang memadai. Sebenarnya semua tahu bahwa televisi sarat dengan teknologi tinggi dan padat modal. Semangat tinggi dengan peralatan seadanya, tanpa perencanaan strategi jangka panjang, termasuk pembiayaan. Namun pembiayaan TVRI sedikit lebih beruntung karena adanya iuran pemilik pasawat TV, subsidi pemerintah, dan iklan (pada tahun 1981 tayangan iklan dihentikan).

Dengan adanya iuran bagi pemilik pesawat TV, TVRI seharusnya menjadi telvisi publik, tetapi kenyataannya TVRI tidak terlalu memperhatikan kepentingan publik. TVRI justru menjadi televisi pemerintah, medium propaganda program-program pemerintah dengan segala alasannya. Apa pun isinya, rakyat harus menerima apa adanya, karena keluhan dan masukan bukan menjadi hal yang perlu dipertimbangkan oleh pengelola TVRI. Sampai tahun 1989 TVRI berjalan sendirian, memonopoli arus informasi dengar pandang (audio visual) di Indonesia (walaupun pada pertengahan tahun 1980-an TV asing sudah masuk lewat parabola dan TV kabel lokal).

Desakan globalisasi memaksa pemerintah mengizinkan berdirinya televisi swasta (dari pada pada nonton TV asing), untuk kalangan yang terbatas, yaitu ntuk orang-orang yang begitu dekat dengan pusat kekuasaan. Tanpa dasar hukum yang jelas, pada tahun 1989 diizinkanlah sebuah stasiun pemancar televisi swasta pertama di Indonesia, Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) dengan pola TV berlangganan, siaran terbatas di Jakarta dan menggunakan decoder. Pada tahun berikutnya, di Surabaya didirikan Surya Citra Televisi (SCTV). RCTI menjadi free TV. Televisi Pendidikan Indonesia (sekarang telah menjadi televisi dang dut, tanpa unsur pendidikan sama sekali), TPI, tahun 1991 bersiaran nasional pagi hari menggunakan transmisi TVRI. Tahun 1993 di Lampung didirikan Andalas TV (ANTV), dan tahun 1995, Indosiar resmi bersiaran nasional.

Nampaknya ide awal televisi swasta diarahkan ke siaran lokal, karena TV swasta didirikan di berbagai kota. Namun karena TPI bersiaran nasional membuat para pengelola TV swasta lain menginginkan siaran nasional pula. Dan ternyata siaran nasional jauh lebih menguntungkan secara ekonomi dibandingkan dengan siaran lokal (Sudibyo, 2004). Maka pada tahun 2003, televisi swasta yang telah ada beramai-ramai bersiaran nasional.

Siaran televisi swasta memberi alternatif baru dalam arus informasi dan hiburan kepada masyarakat. Masyarakat yang semula hanya disuguhi berita-berita kegiatan seremonial para pejabat tinggi pemerintah dan negara, setelah adanya televisi swasta, ada informasi lain, dan kreatifitas maupun hiburan lain yang disuguhkan, yang waktu itu tak mampu dirambah TVRI. Dan sejak itu TVRI menjadi barang usang, tidak pernah ditengok lagi, kecuali untuk daerah yang belum mendapat fasilitas siaran televisi swasta.

Sampai tahun 1998, kontrol pemerintah terhadap stasiun penyiaran televisi masih sangat ketat. Departemen Penerangan seperti pengawas ujian pegawai negeri, matanya selalu melotot mengawasi gerakan para televisi swasta. Semua berita dan kegiatan presiden, wakil presiden, dan panglima ABRI yang disiarkan oleh TVRI harus disiarkan pula oleh para televisi swasta tersebut. TVRI masih menjadi kakak sulung yang perlu diikuti dan dituruti.

Tahun 1998, titik awal perubahan situasi. Reformasi bergulir. Kebebasan didirikan (kadang sampai kebablasan pula). TVRI bukan lagi menjadi panutan yang perlu diturut. Televisi swasta mulai berani unjuk gigi, menyiarkan berita yang harus beritakan. Menghentikan berita pembangunan (yang telah porak poranda) dari TVRI. Para televisi swasta bersaing mengatur strategi pemberitaan dan acara lain yang paling menarik minat masyarakat. Pada titik awal itu pula kran perizinan yang semula mampet dan dikhususkan untuk orang-orang terdekat dengan kekuasaan terdrobrak oleh arus reformasi dan demokratisasi.

Demokratisasi informasi memunculkan pemikiran bagi banyak orang untuk mendirikan stasiun televisi swasta nasional lainnya. Setelah krisis moneter berangsur teratasi, muncullah televisi swasta nasional baru, Metro TV, Lativi, Global TV, TV7 (sekarang Trans7), Trans TV. Diikuti pula dengan televisi lokal yang dipelopori oleh JTV di Surabaya. Sampai saat ini (2005 pada saat tulisan ini ditulis) sudah lebih dari seratus stasiun televisi lokal yang bersiaran, baik yang telah berizin maupun yang belum berizin, yang dikerjakar secara serius maupun yang sekedar bermodalkan semangat.

Payung hukum televisi di Indonesia sampai tahun 2002, tidak jelas. Semua keputusan tentang televisi hanya bermodalkan surat keputusan menteri penerangan. Dan menteri penerangan sangat berkuasa menentukan segalanya. Pada tahun 1997, diundangkan UU Penyiaran No. 74 Th 1997. Undang-undang ini belum sempat diimplementasikan karena keburu kena dampak reformasi, undang-undang belum dicabut tetapi tidak ada yang menurut. Pada tahun 2002 diundangkan UU Penyiaran baru, UU No. 32 tahun 2002 (yang ditentang oleh para pengelola televisi swasta dan mengajukan Judicial review ke MK, dan kalah) ada angin segar terhadap kepastian hukum keberadaan kepenyiaran di Indonesia. Undang-undang itu pun tidak bisa segera berjalan, karena perangkat pengaturnya belum dibuat.

Undang-undang No 32 Tahun 2002, dimunculkan institusi resmi pengawas penyiaran, yaitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), di Amerika Serikat namanya Federal Communications Commission (FCC), dengan tugas utama mengatur hal-hal mengenai penyiaran. Namun nampaknya KPI belum seperkasa FCC. KPI masih seperti sapi ompong, karena sebagai pengawas belum dilengkapi perangkat administrasi yang lebih detail, peraturan pemerintah.

Undang-undangnya sudah ada tetapi peraturan pelaksanaannya belum dibuat, menyebabkan semua orang boleh menginterpretasikan isi undang-undang menurut kepentingannya. Orang pada bingung pada siapa harus meminta izin apabila mau mendirikan stasiun penyiaran televisi. Yang paling krusial adalah masalah frekuensi yang sangat terbatas. Sebagian meminta izin kepada Dirjen Postel, sebagian lagi meminta izin kepada KPI Daerah, sebagian lagi meminta izin kepada gubernur, atau bupati, walikota. Maka tidak mengherankan terjadi tumpang tindih frekuensi karena pemberi izin berbeda, siapa yang lebih dulu mengudara itulah yang menang.

Tumpang tindih frekuensi dan kepada siapa harus meminta izin, nampaknya akan segera berakhir dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 49, 50, 51, dan 52 tahun 2005. Namun munculnya PP tersebut mengundang protes DPR RI, KPI, dan lembaga-lembaga yang berkepentingan dengan jurnalistik, karena dianggap memberangus kebebasan informasi. Pemerintah, dalam hal ini, Menteri Komunikasi dan Informasi, mengalah, menunda pelaksanaannya dalam waktu dua bulan. Namun anehnya para pengelola penyiaran, baik televisi dan radio, melalui asosiasi masing-masing, mendesak agar pemerintah segera memberlakukan PP tersebut agar keadaan lawless kepenyiaran segera berakhir.

Lembaga Penyiaran Televisi di Indonesia

Menurut UU No 32 Tahun 2002, penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan, ada empat penyelenggara jasa penyiaran televisi yaitu

1) Lembaga Televisi Publik

Lembaga Penyiaran Publik yaitu lembaga penyiaran berbadan hukum yang didirikan oleh negara bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberi layanan untuk kepentingan masyarakat. Dalam hal ini yaitu TVRI, dengan kantor pusat penyiaran di ibu kota negara RI. Di daerah dapat didirikan Lembaga Penyiaran Publik lokal. Dewan direksi dan dewan pengawas Lembaga Penyiaran Publik ditetapkan oleh Presiden atas usul DPR, atau Gubernur, Bupati, atau walikota untuk atas usul DPRD untuk Lembaga Penyiaran Publik lokal, diawasi oleh DPR, atau DPRD.

Sumber pembiayaan Lembaga penyiaran ini yaitu dari iuran penyiaran, pemerintah, sumbangan, iklan, dan usaha lain yang terkait dengan penyiaran. Lembaga ini setiap tahun harus membuat laporan dan diaudit oleh akuntan publik.

2) Lembaga Televisi Swasta

Lembaga Penyiaran Swasta yaitu lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia yang didirikan dan dengan modal awal oleh warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia. Orang asing hanya boleh duduk di dalam kepengurusan dalam bidang teknik dan keuangan. Modal tambahan yang berasal dari negara asing maksimal 20%, dan wajib memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memiliki saham dan pembagian hasil laba perusahaan. Pemusatan kepemilikan dan penguasaan, dan kepemilikan silang dengan jasa media masa lain dibatasi. Sumber pembiayaan dari iklan dan usaha lain yang berkaitan dengan kepenyiaran

3) Lembaga Televisi Komunitas

Lembaga Penyiaran Komunitas yaitu lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia yang didirikan oleh komunitas tertentu bersifat independen, netral, tidak komersial, dan dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, melayani kepentingan komunitasnya. Lembaga Penyiaran Komunitas merupakan komunitas non partisan, tidak mewakili lembaga asing, tidak terkait dengan organisasi terlatrang, tidak untuk kepentingan propaganda kelompok atau golongan tertentu.

Sumber pembiayaan dari kontribusi komunitas tersebut, hibah, sponsor, dan sumber lain yang tidak mengikat, dan dilarang menerima bantuan asing, dilarang menyiarkan iklan.

4) Lembaga Televisi Berlangganan

Lembaga Penyiaran Berlangganan yaitu lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia yang hanya memberi layanan berlangganan dengan memancarluaskan materi khusus kepada pelanggan. Media pemancarannya bisa berupa satelit, kabel, atau terestrial. Lembaga ini wajib menyediakan paling sedikit 10 % dari kapasitas kanal saluran untuk TV publik dan swasta.

Jangkauan Siaran (PP 50 Th. 2005)

Wilayah Jangkauan Siaran adalah wilayah layanan siaran sesuai dengan izin yang diberikan, yang dalam wilayah tersebut dijamin bahwa sinyal dapat diterima dengan baik dan bebas dari gangguan atau interferensi sinyal frekuensi radio lainnya.

1) Televisi Lokal

Stasiun Penyiaran Lokal adalah stasiun yang didirikan di lokasi tertentu dengan wilayah jangkauan terbatas dan memiliki studio dan pemancar sendiri. Cakupan wilayah siaran lokal adalah cakupan wilayah layanan siaran yang meliputi wilayah di sekitar tempat kedudukan lembaga penyiaran yang bersangkutan atau wilayah satu kabupaten/kota.

2) Televisi Berjaringan

Sistem Stasiun Jaringan adalah tata kerja yang mengatur relai siaran secara tetap antar lembaga penyiaran, terdiri dari Lembaga Penyiaran Swasta induk stasiun jaringan dan Lembaga Penyiaran Swasta anggota stasiun jaringan yang membentuk sistem stasiun jaringan. yang melakukan relai siaran pada waktu-waktu tertentu dari Lembaga Penyiaran Swasta induk stasiun jaringan.

Tata Cara Pendirian Lembaga Penyiaran Swasta

Secara garis besar tata cara pendirian stasiun penyaiaran televisi swasta yang disarikan dari PP 50 Th. 2005:

1) Lembaga Penyiaran Swasta diselenggarakan melalui sistem terestrial meliputi penyiaran televisi secara analog atau digital dan wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran.

2) Persyaratan Pendirian Lembaga Penyiaran Swasta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. didirikan oleh warga negara Indonesia, dengan bentuk badan hukum Indonesia berupa perseroan terbatas;

b. bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran televisi;

c. seluruh modal awal usahanya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia.

3) Permohonan wajib mencantumkan nama, visi, misi, dan format siaran, dengan melampirkan persyaratan administrasi, program siaran dan data teknik penyiaran.

4) Apabila pada satu wilayah jumlah Pemohon penyelenggara Lembaga Penyiaran Swasta melebihi saluran yang tersedia dalam rencana induk frekuensi radio, akan dilakukan seleksi.

5) Setelah mendapatkan izin wajib melalui masa uji coba siaran paling lama 1 (satu) tahun

6) Selama masa uji coba siaran Lembaga Penyiaran Swasta tidak boleh

a. menyelenggarakan siaran iklan, kecuali siaran iklan layanan masyarakat

b. memungut biaya yang berkenaan dengan penyelenggaraan penyiaran.

7) Jangka waktu berlakunya izin10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang.

8) Izin dapat dicabut oleh Menteri apabila Lembaga Penyiaran Swasta melakukan pelanggaran, atau tidak memenuhi ketentuan.

9) Setiap perubahan nama, domisili, susunan pengurus, dan/atau anggaran dasar Lembaga Penyiaran Swasta harus terlebih dahulu dilaporkan kepada Menteri sebelum mendapat pengesahan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Sejarah Televisi

Televisi

Televisi merupakan terjemahan dari bahasa Inggris Television. Kata television diambil dari bahasa Latin tele yang berarti jauh (jarak) dan visio, melihat, kata benda dari visus, terlihat, yang diturunkan dari kata kerja vedere, melihat. Secara umum televisi, yang biasa disingkat TV (dibaca oleh orang Indonesia tivi yang seharusnya teve) televisi adalah sistem komunikasi penyiaran dan penerima gambar hidup dan suara dari jauh. Istilah tersebut sudah menyangkut semua aspek program acara televisi dan pemancarannya. (www.wikipedia.org).

Sejarah Televisi

Televisi menjalani sejarah panjang yang dimulai sejak abad ke-19.

1885: Paul Gottlieb Nipkow, mengusulkan dan mematenkan televisi eletromekanik yang pertama pada. Piringan, berlubang-lubang membentuk spiral mengarah ke tengah, berputar menjadi “televisi” pertama.

1990: Constantin Perskyi dalam, the International Electricity Congress, memperkenalkan kata televisi dalam papernya yang me-review elektromekanik teknologi karya Nipkow dan lainnya.

1911: Boris Rosing dan mahasiswanya Vladimir Kosma Zwarykin “sukses” dengan sistem televisi menggunakan mechanical mirror-drum scanner untuk dipancarakan lewat kabel dengan cathode ray tube sebagai pesawat penerima.

1925: John Logie Baird dan kawan-kawannya di Inggris, dengan piringan Nipkow menciptakan sistem untuk pemindaian (scanning), pemancaran, dan penerimaan citra bergerak. Televisi Baird hanya memiliki 30 garis vertikal yang cukup mereproduksi wajah seseorang.

1928: Beird berhasil memancarkan sinyal televisi transatlantik yang pertama.

1931: Beird berhasil mengadakan siaran lansung pertamanya.

1936: Sistem Beird mencapai 240 garis yang disiarkan oleh BBC, sebelum sistemnya dihentikan dan diganti dengan sistem elektronik dengan 405 garis. Pada saat Baird di Inggris melakukan penemuan citra bergerak, di Amerika pada tahun yang sama, dengan sistem yang hampir sama, Charles Francis Jenkins berhasil memancarkan citra dengan 48 garis per gambar dan 16 gambar per detik.

Perkembangan televisi elektronik tertinggal jauh dengan televisi elektromekanik karena televisi elektromekanik relatif lebih murah, bagian-bagiannya tidak rumit, dan tidak ada yang tertarik untuk membiayai pengembangan televisi elektronik pada saat tv elekromekanik sudah jauh lebih baik pada saat itu. Namun dengan ditemukan sistem yang lebih murah, Vladimir Kosmo Zworykin dan Philo T. Farnsworth membuat televisi elektronik dapat dikembangkan. RCA melihat bahwa televisi elektronik aklan lebih bernilai komersial, bersedia membiayai pengembangan ide Farnsworth dan Zworykin.

1934: Televisi eletromekanik menjadi barang yang ketinggalan jaman, walau beberapa stasiun televisi tetap bersiaran dengan eletromekanik sampai tahun 1939.

1939: RCA dan Zwarykin bersiaran dengan program reguler yang dimulai pada saat “penelevisian” the World Fair di New York.

1941: National Television Standard Committee (NTSC) diputuskan sabagai acuan standar nasional pemancaran televisi di Amerika Serikat. Lima bulan setelah keputusan tersebut sudah 22 negara yang mengikuti standar tersebut untuk stasiun televisi mereka.

1941: Televisi berwarna dimulai. Terjadi pertarungan antar RCA dan CBS. Televisi berwarna meraka belum bisa dinikmati khalayak karena tidak compatible dengan pesawat penerima siaran televisi hitam putih milik mayarakat.

1942 s.d 1945, the War Production Board menghentikan semua produksi peralatan televisi dan radio untuk masarakat sipil.

1951: Siaran televisi berwarna di Amerika dimulai.

Setelah perang usai CBS, RCA, dan CTI berebut memperkenalkan teknologi televisi berwarna. RCA menang sebab mampu mengembangkan teknologi TV berwarna tanpa harus mengganti pesawat penerima televisi hitam putih. CBS dan CTI kalah bersaing karena teknologinya tidak compatible dengan pesawat televisi hitam putih yang telah ada. Saat itu pesawat televisi masih sangat mahal (setara setengah harga mobil). Akhirnya secara komersial pesawat televisi berwarna menggunakan standar warna NTSC-RCA.

Di Eropa dikembangkan sistem 625 garis untuk transmisi monokrom dengan jumlah frame per detiknya 24 frame. Di Amerika setiap frame terdiri dari 525 garis dan 30 frame per detik.

Ketidakpuasan terhadap sistem NTSC Amerika, negara-negara Eropa menggunakan sistem lain yaitu SECAM yang diciptakan di Perancis, dan PAL diciptakan di Jerman. Perkembangan teknologi televisi berwarna di Eropa tidak sepesat Amerika, karena kurangnya motivasi komersial. Lembaga penyiaran di Eropa rata-rata dimiliki oleh negara.

1967: Siaran berwarna secara reguler di Eropa pertama kali.

1972: Di Amerika siaran televisi hitam putih berakhir

1980 an: di Eropa masih ada siaran televisi hitam putih

Televisi semakin berkembang baik teknologi pada perangkat produksi, penyiaran, pemancar, stasiun, dan pesawat penerima., maupun jumlah. Saat ini teknologi sudah berkembang menghasilkan mutu yang jauh lebih bagus dan akuat dibandingkan dengan beberapa tahun lalu.

Digital Television (DTV) adalah tipe baru dari penyiaran televisi yang mentransformasikan gambar dan suara diambil dengan teknologi digital, ditransmisikan dengan kualitas film, mempunyai kemampuan multicasting dan interaktif. Ini berarti pemirsa mempunyai banyak pilihan tingkat kualitas program televisi digital. SDTV (Standard Definition TV), standar dasar kualitas tayangan dan resolusi gambar pada televisi, yang analog maupun untuk digital, yang berformat aspek rasio layar 4:3 atau pun 16: 9. HDTV (High Definition TV), dengan format aspek rasio 16:9 menampilkan resolusi gambar tertinggi yang diambil dengan peralatan digital dengan suara yang stara dengan CD. (http://www.dtv.gov/whatisdtv.html).

HDTV merupakan salah satu format televisi digital, sebagai perbandingan TV analog NTSC per frame terdiri dari 525 garis kali 720 pixel, dengan total 378,000 pixel, sedangkan HDTV mempunyai resolusi 1920 x 1080. total 2,073,600 pixel per frame, fixelnya enam kali lebih TV analog. Kelebihan lain HDTV yaitu multicasting, yaitu bisa menyiarkan 4 program SDTV sekaligus dalam satu channel, pada saat tidak menyiarkan HDTV (http://www.pbs.org/opb/crashcourse/)

2005: Di Amerika sudah ada sekitar 843 dari 1696 stasiun penyiaran televisi yang sudah mengaplikasikan DTV (http://www.fcc.gov/mb/video/files/dtvonair.html).

2006: Transisi dari TV analog ke digital diharapkan selesai pada tanggal 31 Desember 2006 (http://www.fcc.gov/cgb/consumerfacts/digitaltv.html), namun pada tanggal 21 Desember 2005, Senat Amerika memutuskan transisi selesai tanggal 17 Februari 2009 (hhtp://broadcastengineering.com/newsletters/eng_update/20051228/#). Pada saat digital televisi telah beroperasi, bukan berarti pesawat penerima TV analog tidak terpakai. Pesawat tetap bisa dipakai dengan menambahkan converter set-top box.

2006: Di Indonesia pada akhir Januari 2006 diadakan percobaan televisi digital ( SIARAN PERS No 01/DJPT.1/KOMINFO/I/2006 2 Januari 2006 www.depkominfo.go.id ).

2007: Tanggal 7 Maret pemerintah Amerika juga menentukan semua produksi televisi sudah menggunakan digital tuner sudah tersedia langsung pada pesawat penerima televisi. Para pabrik pembuat pesawat televisi sudah harus menghentikan produksi pesawat televisi analog (www.fcc.gov/cgb/consumerfacts/digitaltv.html)